Fenomena adanya paham wahdatul wujud (manunggaling kawulo gusti/bersatunya Allah dengan makhluk) pada sebagian orang yang mengikuti tarekat shufiyyah, merupakan sebuah fakta yang tidak bisa untuk dipungkiri. Dimana menurut keyakinan mereka, apabila seorang sudah mencapai tingkatan tertentu yang disitilahkan dengan “hakikat”, maka Allah akan menyatu dengannya. Tidak ada lagi istilah khaliq (pencipta) dan makhluk (yang dicipta). Dia (hamba) adalah Allah, dan Allah adalah dia (hamba). Na’uzubillah bin zalik!
Masih menurut mereka, seorang yang telah mencapai tingkatan ini (hakikat), tidak wajib lagi melaksanakan kewajiban-kewajiban syariat seperti salat, puasa, dan yang lainnya. Perkara-perkara haram pun boleh untuk dilakukan, seperti zina, minum khamer, judi, dan lain sebagainya. Karena menurut anggapan mereka, tidaklah meninggalkan kewajiban atau melakukan perkara haram kecuali pada hakikatnya adalah Allah. Perbuatan Allah tidak bisa digugat dan ditanya. Lalu mereka berdalih dengan ayat:
“Allah tidak bisa ditanya tentang apa yang Dia (Allah) lakukan, tapi mereka (manusia) akan ditanya tentang perbuatan mereka.”
Faham seperti ini merupakan paham kufur dan pelakunya telah dihukumi murtad dari dinul Islam tanpa ada keraguan sama sekali. Bila dilihat dari kacamata syari’at Islam, hukuman orang-orang yang memiliki keyakinan seperti ini adalah dengan dibunuh (oleh pihak yang berwenang/negara). Bahkan membunuh satu orang seperti ini, lebih utama dari membunuh seratus orang kafir asli dikarenakan besarnya mudharat dan kerusakan yang ditimbulkan.
Syekh allamah Muhammad Nawawi Al-Bantani Asy-Syafi’i (w.1316 H) menyatakan :
ﻭَﻟَﻮ ﺯﻋﻢ ﺯﺍﻋﻢ ﺃَﻥ ﺑَﻴﻨﻪ ﻭَﺑَﻴﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﺣَﺎﻟَﺔ ﺃﺳﻘﻄﺖ ﻋَﻨﻪُ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓ ﻭَﺃﺣﻠﺖ ﻟَﻪُ ﺷﺮﺏ ﺍﻟْﺨﻤﺮ ﻛَﻤَﺎ ﺯَﻋﻤﻪ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﺼُّﻮﻓِﻴَّﺔ ﻓَﻠَﺎ ﺷﻚّ ﻓِﻲ ﻭﺟﻮﺏ ﻗَﺘﻠﻪ ﻭَﺇِﻥ ﻛَﺎﻥَ ﻓِﻲ ﺧﻠﻮﺩﻩ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨَّﺎﺭ ﻧﻈﺮ ﻭَﻗﺘﻞ ﻣﺜﻠﻪ ﺃﻓﻀﻞ ﻣﻦ ﻗﺘﻞ ﻣﺎﺋَﺔ ﻛَﺎﻓِﺮ ﻟِﺄَﻥ ﺿَﺮَﺭﻩ ﺃَﻛﺜﺮ
“Seandainya ada seorang yang menyangka, sesungguhnya ada suatu kedudukan antara dia dengan Allah yang bisa mengugurkan kewajiban shalat darinya dan menghalalkan baginya untuk minum khamer sebagaimana prasangka sebagian orang-orang shufi, maka tidak ada keraguan dalam kewajiban untuk membunuhnya. Walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam masalah kekekalannya di dalam Neraka. Dan membunuh orang yang seperti ini lebih utama dari membunuh seratus orang kafir karena kemudharatannya lebih banyak.” [Nihayatuz Zain, hlm.9]
Maka hikayat digantungnya Siti Jenar yang merupakan tokoh paham wahdatul wujud kala itu oleh wali songo, merupakan keputusan yang sangat tepat. Oleh karena itu, jika ada seorang yang mengaku "waliyyullah" (Wali/kekasih Allah) tapi memiliki paham seperti ini, bisa dipastikan bahwa dia bukan wali Allah, tapi wali syetan. Waspadalah!
Wallahu a’lam
Sukoharjo, 12 Shafar 1442 H
(Oleh: Abdullah Al-Jirani)
Post a Comment
Post a Comment