Ghirah Islam

Contact form

©2012 Ghirah Islam's Blog | Design by - PB Templates | Distributed by FB Templates

Featured Section

Breaking Ticker

Moderat Yang Tidak Moderat

Post a Comment
Jujur lama-lama saya kecewa dengan kaum moderat belakangan ini. Kaum yang merasa hikmah, garis lurus, menjunjung tinggi sikap inshaf, mentolerir perbedaan... Namun lama kelamaan sikap mereka tak jauh beda dengan kaum yang mereka kritik, yang katanya suka merasa paling benar sendiri, memaksakan kehendak, tidak menghargai perbedaan pendapat. Ternyata menurut saya, mereka pun begitu juga. Sami mawon. Balik tak balik istilah orang pasaran bilang.

Tengok saja, jika ada ikhwah atau ustadz Salafy yang memposting hal-hal yang melanggar standar garis lurus mereka, maka langsung statusnya screenshoot, di share, lalu dighibah, baru dikomentari ramai-ramai dengan sadis oleh para fans club, pendukung fanatik ustadz-ustadz moderat ini. Memang dimana-mana para pendukung fanatik ini yang bar-bar akhlaknya, tukang bully.

Seperti kejadian baru-baru ini, seorang ustadz Salafy yang dibully oleh para hater termasuk didalamnya kaum moderat tadi. Adalah ustadz Ad Dariny yang menegur rekan Salafynya yaitu ustadz Labib. Perkataan ustadz Labib dianggap terlalu bertoleran kepada kaum Asyari yang notabene bersebrangan dengan manhaj Salaf. Lalu beliau menegur dan menasehati dalam sebuah status FB.

Namun tanggapan ustadz Ad Dariny tersebut menuai polemik, kaum moderat bersuara membela ustadz Labib. Akhirnya habislah ustadz Dariny dibanjiri kritik karena dianggap merasa paling benar sendiri, tidak bersikap inshaf.

Padahal status beliau itu disampaikan secara sopan dan niatnya untuk menasehati teman semanhaj. Tapi khalayak moderat tetap tak terima. beliau tetap dibully, bahkan yang membela beliau pun tak luput dari bully.

Lihatlah siapa sekarang yang memaksakan kehendak?

Apa sih salah ustadz Dariny? Beliau itu seorang Salafy, bermanhaj Salaf, dan kalau beliau meyakini manhajnya adalah yang paling benar, ya sah-sah saja. Itu keyakinan beliau. Ini negara demokrasi kan? Wajar jika ada orang menganggap benar keyakinan yang dia anut. Kenapa para hater dan kaum moderat tadi kebakaran jenggot?

Kalau tidak suka dengan keyakinan beliau, ya itu hak anda. Sama halnya jika ada Muslim lain yang juga yang tidak suka dengan keyakinan anda, maka itu pun sah-sah saja. Kenapa harus maksa-maksa orang jadi moderat? Silakan kritik kesalahan sesuai porsi, jangan terlalu berlebihan.

Ustadz Ad Dariny bukan bangsanya si Arazy wali gadungan itu, bukan juga Jalaludin Rahmad, bukan Ulil Abshar Abdalla, bukan Abu Janda, bukan Ade Armando, bukan Deny Siregar dan sejumlah tokoh nyeleneh dan sesat lainnya. Beliau itu ilmuwan agama yang syar'i. Dan beliau juga termasuk ustadz Salafy yang moderat. Beliau juga turut mengkoreksi jika ada kekeliruan yang dilakukan oleh Salafy lainnya.

Kalau ada perbedaan keyakinan, misal tentang taat ulil amri, ya itu hak dia meyakininya. Saya pun ada tak cocoknya dengan beliau, tapi bukan berarti saya anti dengan beliau. Yang taat ulil amri ada dalilnya, yang bilang tak boleh sembarangan taat ulil amri juga ada dalilnya. Kebaikan beliau itu masih banyak untuk layak dihargai.

Tapi para hater dan sebagian kaum moderat ini menjadikan seolah beliau ini ustadz yang nyeleneh. Hey manusia, sudah seberapa tinggi ilmumu dibanding beliau? Apa kau mampu menyandang gelar doktor dibidang agama?

Sikap kaum moderat ini mengingatkan saya dulu saat pernah punya teman pendakwah di FB. Beliau juga seorang penulis dan termasuk dari kalangan moderat / garis lurus. Walaupun sehaluan tapi beberapa kali beliau berselisih pendapat kepada rekan-rekannya sesama penggiat dakwah dari kalangan moderat. Beliau tetap kekeuh dengan pendapatnya. Alhasil beliau dihujani kritik dan bully. Apa kata beliau, orang Islam Indonesia ini tidak bisa menerima perbedaan. Beginikah akhlak orang-orang garis lurus?

Dulu juga ada kaum HTI yang getol di medsos menyuarakan Khilafah, demokrasi kufur dan golput pemilu. Alhasil para ikhwah HTI dibully oleh orang-orang garis lurus ini. Mereka dianggap takfiri, egois, penggembos perjuangan ummat, tidak hikmah, tidak menghargai perjuangan saudaranya di parlemen. Saya fikir HTI juga berhak menyuarakan keyakinan mereka. Lihatlah siapa sekarang yang yang egois, yang memaksakan kehendak, yang tidak mau menerima perbedaan?

Terhadap kaum HTI dan Salafy mereka getol mengkritik, tapi kepada orang-orang yang melakukan bid'ah dalam ajaran agama, mereka mentolerirnya. Terhadap HTI mereka bilang aqidahnya nyeleneh, tapi terhadap IM mereka sangat bela dan sanjung.

Mungkin maunya kaum garis lurus ini, semua orang harus ikut kemauan mereka, tidak boleh teriak bid'ah, tidak boleh bilang golput, tidak boleh bilang demokrasi haram, tidak boleh taat sama ulil amri, dan lainnya, tidak boleh berjuang diluar parlemen, nanti orang Kafir yang akan menguasai. Padahal faktanya demokrasi yang mereka bela itu selalu menyisakan pil pahit.

Orang boleh-boleh saja meyakini keyakinannya sepanjang itu bukan kesesatan yan hakiki. Itu hak mereka, dan jangan juga nyinyir terhadap keyakinan mereka, sebagaimana kalian juga tidak ingin dinyiyirin oleh kaum munafik.

Kaum Salafy itu ghuluw? Baik, saya akui ada yang seperti itu, dan saya bukan pendukung mereka. Saya juga benci lihat para Salafy yang hari-hari hanya bid'ah saja yang mereka bahas, hari-hari mereka mengkritik amaliyah kaum Aswaja. Jujur jenuh saya, makanya beberapa kali saya protes ke adminnya dan akhirnya saya keluar dari grup Salafy ghuluw tersebut. Saya muak dengan para pendaku Salafy tersebut, sama muaknya dengan kaum yang terus menerus mengkritik dan mencela Salafy.

Salafy-Salafy yang moderat masih banyak, walau mereka itu taat ulil amri, walau mereka juga anti bid'ah dan membahasnya di publik, tapi mereka bela Palestina, bela Rohingya, bela IM, dan saudara-saudara Muslim yang terzhalimi. Tolong jangan benci Salafy yang seperti ini. Mereka juga orang yang lurus, walau lurusnya mereka tidak selurus kalian yang paling lurus selurus-lurusnya, wahai kaum garis lurus.

Jangan sampai kita pula yang menciderai kebebasan berkeyakinan orang. Inginnya bersikap hikmah tapi malah menjadi pemaksa, Inginnya menjunjung tinggi perbedaan, malah ga siap berbeda. Inginnya bersikap moderat malah mau menang sendiri. Semoga kita menjadi moderat yang sesungguhnya.
Difan
Menulis itu bukan karena kita tahu banyak, tapi karena banyak hal yang ingin kita tahu

Related Posts

Post a Comment