Ghirah Islam

Contact form

©2012 Ghirah Islam's Blog | Design by - PB Templates | Distributed by FB Templates

Featured Section

Breaking Ticker

Standar Baik Buruk, Benar Salah dan Diterima Atau Tertolaknya Amal dalam Islam

Post a Comment
By. Idrus Abidin.

Kebaikan dan keburukan menjadi lahan klaim antar masing-masing kelompok manusia di dunia ini. Memang, dalam perspektif Islam, kehidupan ini adalah ruang pertarungan dan area eksistensi antara hak dan batil. Tidak ada kata sepakat bagi keburukan dan tidak ada kata mundur dari kebaikan. Namun, apa yang disebut baik dan buruk itu masih akan terus jadi lahan perebutan. Kebenaran adalah realitas sebenarnya. Sedang yang benar-benar real sebagai Tuhan dengan segala maknanya hanyalah Allah. Itulah sumber kebenaran dan kebaikan sepenuhnya. Realitas hati dan fitrah sebelum realitas fisik. Karena tidak bisa dipungkiri, materi bukanlah standar utama kebenaran. Tapi kebenaran adalah masalah persfektif, keyakinan dan keimanan. Minimal ada 3 kelompok yang terlibat dalam klaim kebenaran ini. Pertama, muslim. Kedua, kafir. Ketiga, munafik. Pembagian ini semuanya berdasarkan pada kondisi hati terkait petunjuk dan hidayah (Al-Qur'an) yang diturunkan Allah ke dunia ini.

Kebaikan dan Perbaikan Berdasarkan Kondisi Hati Manusia.


Hati adalah identitas asli manusia. Hati ini adalah ruang fitrah dan keyakinan. Tempat ideologi dan persfektif yang sering kali disebut iman. Hati yang terbuka menerima pengarahan dan petunjuk (hidayah) disebut mukmin. Yaitu status manusia yang hatinya percaya kepada otoritas Allah sebagai wali dan Rabb yang akan mengarahkan segala langkah dan tindak tanduknya menuju kebaikan dan menjauhi keburukan. Dengan demikian, mereka berserah diri untuk diatur sepenuhnya oleh sang maha pencipta. Identitas dan sumber segala kebaikan dan perbaikan. Sikap berserah diri kepada Allah dan kesiapan mengikuti petunjukNya inilah yang membuat mereka mendapatkan status sebagai muslim. Ciri-ciri mereka secara umum adalah :

1. Mengesakan Allah sebagai sesembahan (ibadah) dan sebagai otoritas yang dimintai pertolongan dan bantuan (isti'anah).

2. Isti'anah ini diwujudkan dalam bentuk do'a meminta jalan lurus. Jalan yang merangkum ilmu dan amal sekaligus. Jalan para nabi dan Rasul yang mendapat nikmat ilmu dan amal tersebut.

3. Permintaan Hidayah ini dijawab secara langsung dengan al-Qur'an di awal surat al-Baqarah (inilah al-Qur'an yang merangkum segala jenis kebaikan yang tidak boleh diragukan kebenarannya). Maka, ia berfungsi sebagai petunjuk secara praktis dan teoretis bagi kalangan orang-orang bertakwa. Taqwa adalah istilah lain dari kondisi hati mukmin dan muslim yang senantiasa cinta Allah, mengharap rahmatNya dan senantiasa takut terhadap azabNya.

4. Karakteristik orang-orang bertakwa ini diperjelas seperti : A. Mengimani hal-hal ghaib berdasarkan petunjuk Allah. B. Mendirikan shalat 5 waktu secara konsisten dengan penuh khusyuk dan ketulusan. C. Mendermakan sebagian rezeki yang dikaruniakan Allah berupa zakat wajib atas nama pribadi dan zakat harta yang memenuhi kriteria nishab beserta infaq dan shadaqah yang bersifat sukarela. D. Mengimani adanya beberapa kitab suci dari Allah, terutama al-Qur'an sebagai Wahyu terakhir. E. Keyakinannya terhadap akhirat sebagai waktu dan tempat keadilan ditegakkan secara penuh oleh Allah Ta'ala. Dengan karakteristik seperti ini, mereka diberikan status oleh Allah sebagai orang-orang yang mendapatkan kebaikan dan keberuntungan (muflihun). Beruntung karena mereka membeli surga, ampunan dan keridhaan Allah yang sangat berharga dengan pengorbanan berupa perbuatan, harta dan jiwa mereka.

5. Karena hati mereka terbuka menerima hidayah, maka jalur hidayah seperti mata hati (bashirah), akal yang cerdas (ulun Nuhaa), hati yang hidup (ulul al-Bab) dan telinga yang rindu pengarahan (nasehat) juga ikut disebut fungsinya secara maksimal. Itulah akses nasehat dan hidayah menuju ke hati.

6. Agama Islam, Qur'an dan Sunnah adalah nasehat utama bagi mereka. Nasehat agar komitmen terhadap kebaikan dan berlepas diri dari keburukan (wala' dan bara'). Hal inilah yang membuat mereka komitmen pada amar makruf dan nahi mungkar. Sebuah identitas ummat terbaik di mata Allah.

7. Dengan semua karakter di atas orang mukmin disebut orang yang hidup sebenarnya. Karena hidup itu intinya ada pada hidupnya hati dengan semangat dan kecintaan kepada Allah. Niat dan harapan di hati berkobar karena cinta pada Allah yang berubah menjadi gerak lisan dan aktivitas fisik. Mati sesungguhnya bukan sekedar berpisahnya nyawa dari fisik, tapi mati adalah berpisahnya hati dari iman dan Islam. Hidupnya hati dalam Islam seperti layaknya bumi yang kering kerontang lalu diguyur oleh hujan yang menumbuhkan beragam jenis tanaman. Sungai-sungai pun mengalir memberi manfaat ke seluruh penjuru bumi. Demikian pula al-Qur'an dan as-sunah, turun ke hati menumbuhkan iman, Islam dan Ihsan.

8. Hidup belumlah cukup dalam Islam. Walaupun hidup adalah dasar keberadaan. Karena hidup ini adalah modal internal dan dasar eksistensi. Tapi juga dibutuhkan cahaya yang menerangi aktivitas hidup agar berjalan pada jalur lurus dan tidak menyimpang dan tidak tersesat. Maka, selain muslim sebagai manusia yang hidup sesungguhnya, mereka juga dianggap sebagai pembawa cahaya penerang yang menerangi kehidupan dan semua aktivitas manusia sehingga tidak menyimpang dan tersesat di perjalanan menuju keridhaan Allah.

9. Selain itu mereka dikenal dengan kejujuran. Yaitu kesesuaian antara hati, ucapan dan perbuatan. Kejujuranlah yang membuat orang mukmin menyadari kekeliruannya sehingga dengan mudah bertaubat dan tersadar. Mereka merasa rugi setiap kali bertambah iman mereka. Karena keimanan itu menyibak kelalaian dan kesalahannya di masa lalu. Sehingga ia terus tergerak untuk lebih baik dan lebih maksimal di masa depan.

10. Karena terbuka kepada kebenaran, mereka juga mendapat status orang-orang tawadhu. Bergerak menuju kebaikan; di mana pun kebaikan itu berada. Ikut kemana pun selama di sana ada orang baik dan orang yang melakukan perbaikan. Tawadhu bukanlah sekedar menyapa teman-teman agar tidak dianggap sombong, tapi lebih dari itu; menerima kebenaran dari mana pun asalnya dan siapa pun yang mengucapkannya.

11. Mereka juga dikenal sebagai orang-orang cerdas. Kecerdasan itu karena mereka membuka hati, mata, telinga dan pikiran kepada sumber kebenaran dan kebaikan (Allah). Sehingga mereka memahami bahwa hakikat Hidup adalah hati yang beriman, yang senantiasa merindukan dan mengutamakan kenikmatan akhirat daripada sekedar nikmat duniawi.

Semoga kita termasuk di dalamnya hingga akhir hayat. Aamiin.
Jakarta, 27 September 2019.
Difan
Menulis itu bukan karena kita tahu banyak, tapi karena banyak hal yang ingin kita tahu

Related Posts

Post a Comment