Secara umum dakwah Salafiyah masuk ke Indonesia melalui beberapa tahapan
1. Salafiyah Tahapan imam Bonjol dan ulama sebelumnya di Tanah Minangkabau, ini sangat terinspirasi corak dakwah syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang fundamental.2. Salafiyah Tahapan kedua, terinspirasi gaya pembaharuan di Mesir yang digaungkan Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935), yang juga terinspirasi dengan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibn Qoyyim al-Jawziyyah, tantangan dakwah salafiyah pada waktu itu tidak sekedar purifikasi Islam akan tetapi juga tantangan menghadapi kaum kolonialis dan imperialis. Sehingga pada waktu itu konsentrasi dakwah bertumpu pada memerangi kejumudan, taqlid buta, memberantas syirik dan TBC serta tidak tunduk pada kaum penjajah. Di antara tokohnya di Indonesia: Syaikh Zhahir Al-Azhari, Syaikh Jamil Jambek, KH. Abdul Karim Amrullah, termasuk juga para pendiri ormas yang berhaluan purifikasi: Syaikh A. Syurkati (al-Irsyad). KH. A. Dahlan dan KH. Mas Mansyur (Muhammadiyah), Syaikh A. Hassan (Persis), Tengku Hasbi ash-Shiddiqi, Prof. HM. Rasjidi dll.
Bukti pembelaan Rasyid ridho terhadap dakwah salafiyah:
” إنني قد سلكت الطريقة النقشبنديــة، وعرفت الخفي والأخفى من لطائفها وأسرارها، وخضت بحر التصوف ورأيتُ ما استقر في باطنه من الدرر، وما تقذف أمواجه من الجيف، ثم انتهيت إلى مذهــــب السلــــف الصالحين، وعلمت أن كل ما خالفه فهو ضلال مبين”[1]
“Saya sudah menjalani Tarekat Naqsyabandiyyah, mengenal yang tersembunyi dan paling tersembunyi dari misteri-misteri dan rahasia-rahasianya. Aku telah mengarungi lautan Tasawuf dan telah meneropong intan-intan di dalamnya yang masih kokoh dan buih-buihnya yang terlempar ombak. Namun akhirnya petualangan itu berakhir ke tepian ‘pemahaman Salaf ash-Shalih’ dan tahulah aku bahwa setiap yang bertentangan dengannya adalah kesesatan yang nyata.”
Syaikh Muhammad Rasyid Ridha juga membela dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, beliau berkata:
"Syaikh Muhammad Ibn Abdul al-Wahhab adalah seorang mujaddid (pembaharu), Ia menegakkan dakwah pembaharuan tauhid dan keikhlasan beribadah hanya kepada Allah, sesuai dengan yang Allah syariatkan di dalam kitabNya dan sesuai dengan lisan rasulNya. Ia meninggalkan bid’ah dan maksiat, menegakkan syariat Islam yang diabaikan, dan mengagungkan kemuliaan syariat yang dilecehkan". (3).
3. Salafiyah pasca kemerdekaan, ini melalui lobi-lobi dan peran kerajaan Arab Saudi dengan tokoh pembaharu Indonesia, seperti Buya Muhammad Natsir, KH. Agus Salim, Buya Hamka, KH. Ammar Faqih Maskumambang, KH Abdurrahman Syamsuri Lamongan, KH. Najih Ahjad Maskumambang dan lain-lain. Kebanyakan tokoh² pembaharu zaman itu bergabung di wadah MASYUMI.
4. Tahapan ke empat, tahapan salafiyah Tashfiyah Tarbiyah (yang digaungkan oleh al-Albani), ini terjadi sekitar tahun 80an dengan kembalinya para alumni dan kader timur tengah: terutama universitas Imam Muhamamd bin Saud Riyadh, dan Universitas Islam Madinah seperti ustadz Aunur Rofiq Ghufron, ustadz Abu Nida', ustadz Yusuf Harun, ustadz Yazid jawas, ustadz Abdul Hakim abdat, ustadz A. Faiz, Ja'far Umar Thalib dan lain-lainnya (Hafizhahumullah). Sebagian dari mereka adalah kader Dari Buya Natsir melalui DDII. Ulama utama dan rujukan di masa itu: al-Albani, bin Baz, dan Utsaimin Rahimahumullah.
Syaikh Al-Albani di antara tokoh utama dalam fase ini, termasuk ulama yang terinsipirasi dg gagasan pembaharuan yang diusung Rasyid Ridha di majalahnya Al-Manar.
Al-Albani berkata:
“السيد محمد رشيد رضا، رحمه الله له فضل كبير على العالم الإسلامي، بصورة عامة، وعلى السلفيين منهم بصورة خاصة، ويعود ذلك إلى كونه من الدعاة النادرين الذين نشروا المنهج السلفي في سائر أنحاء العالم بوساطة مجلته المنار”. (2)
As-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha rahimahullah memiliki keutamaan yang besar terhadap dunia Islam secara umum, dan kaum salafiyin secara khusus, ia termasuk da'i langka yang menyebarkan manhaj salaf ke seluruh penjuru dunia melalui majalahnya al-Manar"
5. Tahapan ke 5, saya bingung mengistilahkannya (mungkin sebagian ada yang tidak setuju dengan pembagian ini), meminjam istilah Buya Wira Bachrun, ini tahapan reformasi internal, terjadi pada tahun 2005-an keatas, ketika para doktor salafi pulang dan datang membawa sedikit atau banyak perubahan dan "pencerahan"...apa yang dulu dianggap nggak boleh secara mutlak, ternyata itu masalah khilafiyah bahkan ada yang secara jelas itu boleh yang dulu dianggap tabu atau haram. Sebagai contoh ringan: dulu di tahun 90an, Sangat dianggap tabu jika ada da'i salafi memakai baju batik dan songkok hitam, akan tetapi sejak 2000an ke atas imej itu mulai hilang. #####
Setiap tahapan memiliki karateristik sendiri-sendiri meskipun secara Pokok sama, yakni pemurnian Islam (Pembersihan aqidah dari nodai SYIRIK dan TBC), Namun sedikit atau banyak pasti ada pergeseran wasilah dakwah.
Kelompok no. 4 tak bisa menyalahkan kelompok nomer 2 atau 3, karena kondisinya beda, keadaannya beda, dan tantangannya pun beda. Sebagaimana kelompok no. 2 tak bisa menyalahkan kelompok pertama 1 dan seterusnya.
Wallahu a'lam. Boleh berbeda...silakan koment.
(Fadlan Fahamsyah, Lc. MHI)
Al-maraji:
[1] Abu Umar al-Manhaji, Al-Mushlih al-Kabir Muhammad Rasyid Ridha min al-Shufiyah ila al-Salafiyah, Diakses dari http://www.saaid.net/feraq/el3aedoon/17.htm pada pada tanggal 17 Desember 2020 pukul 14:17 WIB.(2). Dari makalah: من أعلام المعاصرين .. “محمد رشيد رضا” https://nasehoon.org/%D9%85%D8%AD%D9%85%D8%AF-%D8%B1%D8%B4%D9%8A%D8%AF-%D8%B1%D8%B6%D8%A7
(3). Muhammad Bashir al-Sahsawani al-Hindi, Siyanat al-Insan ‘an Waswasati al-Shaykh Dahlan, (Iskandaria, Dar al-Tawhid li al-Turath, 2010), 26.
(4). KH. Najih Ahjad, Pengaruh Wahabi di Indonesia (Bangil, Pustaka Abdul Muis)
Post a Comment
Post a Comment