Ghirah Islam

Contact form

©2012 Ghirah Islam's Blog | Design by - PB Templates | Distributed by FB Templates

Featured Section

Breaking Ticker

Pancasila Tidak Diterima Begitu Saja Oleh Para Ulama....

Post a Comment

Oleh Akhi Faisal Rahman

Pancasila tidak dilahirkan oleh para ulama dan tidak diterima begitu saja oleh ulama pendiri negara ini...

(Kalau nggak dibaca sampai tuntas, penulis bisa dituduh anti Pancasila nih)..

---------

Logikanya, jika memang para ulama kita yang merumuskan Pancasila dan sejak awal mereka menerima Pancasila... Tidak mungkin ada perdebatan di BPUPKI soal dasar negara... Bahkan tidak mungkin 13 tahun pasca kemerdekaan ada Sidang Dewan Konstituante, dimana didalamnya kalangan Islam seluruhnya (termasuk Masyumi dan NU) kompak memperjuangkan Islam sebagai dasar negara...

Justru para ulama, termasuk dari kalangan Muhammadiyah dan NU seluruhnya menolak Pancasila sebagai dasar negara... Sebaliknya mereka menginginkan Islam dijadikan dasar negara...

Jangan dikira setelah pidato Bung Karno tanggal 1 Juni, semua pihak langsung menerima Pancasila dengan 'happy'... Setelah itu masih sangat panjang perdebatan mengenai dasar negara... Makanya dibentuklah 'kepanitiaan kecil' dalam BPUPKI yang terdiri dari 9 orang... Yang 4 orang mewakili kalangan nasionalis-Islam dan yang lima mewakili kalangan nasionalis-kebangsaan (sekular)...

Perdebatannya sangat panjang dan panas, sehingga lahirlah RUMUSAN KOMPROMISTIS yang dikenal dengan PIAGAM JAKARTA... Prof. Mohammad Yamin menyebutnya dengan istilah "Gentlemen Agreement"... Jadi, Piagam Jakarta itu bukan kemenangan salah satu pihak... Bukan kemenangan pihak Islam, bukan juga kemenangan pihak kebangsaan... Melainkan rumusan kompromistis...

Dimana sisi komprominya?

Yaitu, kalangan Islam 'mundur selangkah', dari yang tadinya menuntut Islam dijadikan dasar negara, menjadi syariat Islam hanya berlaku bagi pemeluk2nya... Kalangan sekular pun 'mundur selangkah', dari yang tadinya menolak negara berdasarkan agama, menjadi menerima pemberlakuan syariat agama bagi pemeluknya sendiri... Apa setelah itu selesai? tidak juga...

Masing2 pihak diluar panitia 9 masih ada yang merasa tidak puas... Sebagian kalangan Islam masih kekeuh ingin Islam dijadikan dasar negara... Sebagian kalangan kebangsaan, khususnya non-muslim juga kekeuh menolak karena dianggap mengistimewakan golongan tertentu...

Puncaknya pada 18 Agustus 1945, dimana sekelompok orang yang mengaku mewakili Indonesia Timur menuntut penghapusan Sila Pertama Piagam Jakarta, dengan ancaman akan memisahkan diri dari NKRI jika tuntutannya tidak dipenuhi...

Kalangan Islam yang pada hari itu diwakili oleh Ki Bagoes Hadikoesoemo (KetUm PB Muhammadiyah waktu itu) awalnya kekeuh menolak tuntutan tersebut... Saking kerasnya pendirian Ki Bagoes sampai2 Soekarno pun segan mendekati beliau... Padahal teuku Hasan Tiro pun sudah berusaha merayu Ki Bagoes...

Akhirnya pendirian Ki Bagoes pun luluh setelah dilobi oleh Kasman Singodimedjo yg juga sesama Muhammadiyah (hal yang belakangan sangat disesali oleh Kasman)... Kasman, dengan pendekatan sesama orang Muhammadiyah, dan sesama orang Jawa, dengan bahasa Jawa yang halus meminta Ki Bagoes untuk sedikit mengalah demi keselamatan bangsa, mengingat di waktu keadaan sangat genting, karena tentara Jepang masih bercokol dan tentara sekutu mulai mendarat... sementara proklamasi baru berusia 1 hari...

Dan semakin luluhlah Ki Bagoes setelah Soekarno menjanjikan bahwa 6 bulan lagi, jika suasana kondusif, pembicaraan hal2 yang berkaitan dengan dasar negara akan dibicarakan kembali...

Maka dicoretlah 7 kata dalam Piagam Jakarta yang merupakan aspirasi kalangan Islam...

Selesai sampai disitu? tidak juga... Banyak yang tidak puas dengan peristiwa tersebut... Kabarnya ini pula salah satu faktor munculnya pemberontakan DI/TII... Apalagi waktu 6 bulan yang dijanjikan untuk membicarakan kembali soal2 dasar negara juga tidak dipenuhi... Bahkan Ki Bagoes sebagai tokoh yang diberi janji-janji itupun keburu meninggal...

Barulah pada tahun 1958, artinya 13 tahun setelah peristiwa pencoretan tujuh kata Piagam Jakarta dibentuk Dewan Konstituante yang didalamnya membicarakan soal dasar negara... Dalam Sidang Konstituante terpecah menjadi 3 kelompok ideologi, Yang pertama mendukung Pancasila sebagai ideologi negara, diantaranya adalah PNI, PKI, Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia, Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan IPKI...

Yang kedua menginginkan Islam sebagai ideologi negara, diantaranya adalah Masyumi, NU, PSII, dan PerTi... Sisanya adalah blok sosio-ekonomi, yatu partai Murba, Partai Buruh dan Partai Acoma...

Jalannya persidangan sangat alot tidak ada titik temu... Hingga dilakukanlah voting, bahkan sampai 2 kali, namun tetap tidak memenuhi syarat 2/3 suara... KAlangan pendukung Pancasila hanya menang tipis dari fraksi Islam... Karena dianggap "bertele-tele", akhirnya Bung Karno sebagai Presiden RI membubarkan Dewan Konstituante melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959... Dari sinilah kalangan Islam mulai 'tentram'... kenapa?

Karena dalam Dekrit tersebut ditampung aspirasi Islam dalam poin paragraf yang berbunyi, "Bahwa kami berkeyakinan Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 MENJIWAI dan merupakan rangkaian yang TIDAK TERPISAHKAN dari konstitusi..." Artinya, meski tidak tertulis, ruh Piagam Jakarta itu tetap ada, berlaku dan menjiwai konstitusi... Upaya2 menegakkan syariat Islam secara konstitusional pun menjadi sah...

Selesai sampai disitu? Ternyata tidak juga...

Orang-orang sekular tetap tidak senang... Sehingga dengan segala daya dan upaya mereka berusaha menyembunyikan fakta tersebut... Berbagai propaganda sesat terus dilakukan...

Buktinya mereka terus menolak setiap UU dan PerDa yang dianggap "berbau Islam"... Tapi menggugat secara konstitusional mereka tak mampu, karena konstitusi kita mengakui bahwa hukum agama merupakan bagian dari sumber konstitusi... Akhirnya propagandalah yang mereka tebar... Disebarkanlah propaganda bahwa itu UU/PerDa "anti kebhinekaan", "diskriminatif", "tidak sesuai Pancasila", dll... Padahal untuk kasus yang sama, seperti di Bali dan Papua mereka tak pernah bersuara... Dan kita tidak keberatan dengan kearifan lokal yang ada di Bali dan Papua, tetapi kita hanya meminta keadilan atas hak-hak konstitusional kami...

Tidak hanya itu, penyesatan sejarah pun mereka lakukan... Mereka katakan Pancasila itu dirumuskan oleh para ulama, diterima dengan senang hati dan tanpa keberatan... Padahal tidak demikian faktanya...

Kalau mau dikatakan bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran Islam, IYA... Tapi mengatakan bahwa Pancasila dirumuskan oleh para ulama dan diterima begitu saja dengan lapang adalah sebuah KEDUSTAAN...

Karena para founding fathers kita dari kalangan Islam, untuk menerima Pancasila melalui proses yang sangat panjang... Dalam proses tersebut banyak terjadi pengkhianatan, manipulasi, lobi2 dan kompromi...

Jadi, kami menerima Pancasila sebagaimana yang dipahami oleh founding fathers kami dari kalangan Islam... Bukan Pancasila menurut pemahaman sebagian kalangan yang hari ini merasa "paling Pancasila"...

=================

Tujuan penulisan ini bukan untuk merong-rong Pancasila... Tapi untuk meluruskan cara pandang dalam melihat sejarah... Sebab saat ini sudah tercium aroma adanya pihak-pihak yang berusaha mengadu domba umat Islam dengan mendikotomikan antara kelompok Islam mainstream dengan kelompok Islam non-mainstream... kelompok Islam yang berdiri pra kemerdekaan dengan yang berdiri pasca kemerdekaan...

Karena telah nyata banyak pihak-pihak yang menuduh umat Islam "anti-Pancasila" dan "anti-kebhinekaan" justru orang-orang yang buta sejarah... Yang bagi mereka "pokoknya Pancasila", "pokoknya NKRI" meski mereka sendiri tidak paham sejarah Pancasila & NKRI...

Umat Islam itu tidak anti Pancasila, tapi juga tidak "biar asbun yang penting Pancasila"...
Wallahualam...

Difan
Menulis itu bukan karena kita tahu banyak, tapi karena banyak hal yang ingin kita tahu

Related Posts

Post a Comment