Kemudian ibu nabi Musa ‘alaihissalam berwasiat kepada saudari nabi Musa ‘alaihissalam,
وَقَالَتْ لِأُخْتِهِ قُصِّيهِ فَبَصُرَتْ بِهِ عَنْ جُنُبٍ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ (11)
“Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: “Ikutilah dia” Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya”
(QS. Al-Qashash : 11)
Kemudian lihatlah bagaimana Allah ﷻ yang Maha Mengatur segala sesuatu.
Akhirnya Allah mengatur pertemuan nabi Musa ‘alaihissalam dengan ibunya.
Allah ﷻ berfirman,
وَحَرَّمْنَا عَلَيْهِ الْمَرَاضِعَ مِنْ قَبْلُ فَقَالَتْ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى أَهْلِ بَيْتٍ يَكْفُلُونَهُ لَكُمْ وَهُمْ لَهُ نَاصِحُونَ (12)
“Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: “Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?”
Fir’aun dan istrinya akhirnya sayang kepada nabi Musa ‘alaihissalam.
Kemudian nabi Musa menangis dan ingin disusui, akan tetapi Allah membuat nabi Musa ‘alaihissalam tidak suka kepada seluruh air susu para wanita yang menyusuinya.
Sehingga saudara nabi Musa ‘alaihissalam menyarankan kepada Fir’aun untuk membawa nabi Musa ‘alaihissalam kepada kaluarga yang dapat merawat dan menyusuinya.
Maka Allah ﷻ berfirman,
فَرَدَدْنَاهُ إِلَى أُمِّهِ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلَا تَحْزَنَ وَلِتَعْلَمَ أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (13)
“Maka kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”
(QS. Al-Qashash : 13)
Lihatlah bagaimana hikmah yang Allah lekatkan pada setiap kejadian.
Terkadang sesuatu yang kita benci ternyata bisa mendatangkan kebaikan.
Ketika ibu nabi Musa ‘alaihissalam melepaskan anaknya di sungai Nil, pasti mengalami kesedihan dan kekhawatiran. Tentunya dia benci dengan hal ini, dan ingin selalu bersama anaknya serta menyusuinya.
Akan tetapi dia menjalankan perintah Allah untuk melepaskan anaknya.
Ternyata ada hikmah dibalik itu luar biasa, yaitu ibunya bisa kembali bertemu anaknya, dan juga dipekerjakan di istana Fir’aun. Akhirnya ibunya merasakan bahagia di atas kebahagiaan.
Kemudian Allah ﷻ berfirman,
وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَاسْتَوَى آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (14)
“Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Al-Qashash : 14)
Nabi Musa ‘alaihissalam tumbuh di kerajaan Fir’aun dan terkenal sebagai anak angkatnya Fir’aun yang hebat.
Sebagian ahli tafsir menyebutkan tatkala seorang manusia sempurna akal dan kedewasaannya, biasanya diindentikkan dengan orang yang berumur 40 tahun. Sehingga disimpulkan bahwa nabi Musa ‘alaihissalam hidup bersama Fir’aun selama kurang lebih 40 tahun.
Setelah berusia 40 tahun maka nabi Musa ‘alaihissalam diangkat menjadi nabi dan diberi pengetahuan.
Setelah itu terjadi kasus yang besar yaitu nabi Musa ‘alaihissalam membunuh seseorang dari suku pribumi.
Allah ﷻ berfirman,
وَدَخَلَ الْمَدِينَةَ عَلَى حِينِ غَفْلَةٍ مِنْ أَهْلِهَا فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ يَقْتَتِلَانِ هَذَا مِنْ شِيعَتِهِ وَهَذَا مِنْ عَدُوِّهِ فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ قَالَ هَذَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ (15)
“Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir´aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: “Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).”
(QS. Al-Qashash : 15)
Nabi Musa ‘alaihissalam adalah orang yang sangat kuat. Bahkan dikisahkan dalam hadits yang sahih, tatkala malaikat datang dalam wujud manusia, kemudian nabi Musa ‘alaihissalam menamparnya sampai keluar matanya.
Ini menunjukkan betapa kuatnya nabi Musa ‘alaihissalam.
Akhirnya nabi Musa ‘alaihissalam menyesali dan beristighfar atas perbuatannya dengan berkata,
قَالَ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (16)
“Musa berdoa: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku”. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Qashash : 16)
Ayat ini menujukkan bahwa nabi Musa ‘alaihissalam berdosa. Karena sebagian orang mengingkari hal tersebut dengan menganggap bahwa itu hanya prasangka nabi Musa dan dia (Musa) tidak berdosa.
Akan tetapi itu tidak benar karena Allah mengakui pengakuan dosa nabi Musa ‘alaihissalam dengan mengatakan فَغَفَرَلَهُ (maka Allah mengampuninya). Padahal orang yang dibunuh oleh nabi Musa adalah orang kafir yang yang mengikuti Fir’aun dan meyakini Fir’aun sebagai tuhan.
⛔ Ini menjadi dalil bahwa tidak semua orang kafir boleh dibunuh, apalagi orang kafir yang mengadakan perjanjian damai dengan kaum muslimin.
⛔ Oleh karena itu para ulama menyebutkan empat tipe orang kafir.
1. Kafir Harbi
Yakni orang kafir yang memerangi kaum muslimin dan halal darahnya untuk ditumpahkan.2. Kafir Dzimmi
Yakni orang kafir yang tinggal di negeri muslim, yang menjalankan syariat Islam, memiliki perjanjian dengan kaum muslimin, membayar pajak.3. Kafir Mu’ahad
Yakni orang kafir yang ada perjanjian damai antara negeri kafir dengan negeri Islam, kategori ini tidak boleh dibunuh.Kafir Musta’min
Yakni orang kafir yang datang dari negara lain yang meminta perlindungan, dan wajib seorang muslim memberikan perlindungan dan tidak boleh dibunuh.Maka dari itu kesalahan bagi setiap orang yang mengatakan semua orang kafir boleh dibunuh dan hartanya halal. Dan hal ini dilakukan oleh sebagian kelompok-kelompok yang ada ba’iat tertentu.
Setelah nabi Musa ‘alaihissalam menyesal dan bertaubat setelah membunuh orang pribumi tersebut, dia pun berjanji kepada Allah,
قَالَ رَبِّ بِمَا أَنْعَمْتَ عَلَيَّ فَلَنْ أَكُونَ ظَهِيرًا لِلْمُجْرِمِينَ (17)
“Musa berkata: “Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa”
(QS. Al-Qashash : 17)
Setelah itu nabi Musa ‘alaihissalam ketakutan terhadap apa yang menimpa dia.
Allah ﷻ berfirman,
فَأَصْبَحَ فِي الْمَدِينَةِ خَائِفًا يَتَرَقَّبُ فَإِذَا الَّذِي اسْتَنْصَرَهُ بِالْأَمْسِ يَسْتَصْرِخُهُ قَالَ لَهُ مُوسَى إِنَّكَ لَغَوِيٌّ مُبِينٌ (18)
“Karena itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta pertolongan kemarin berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa berkata kepadanya: “Sesungguhnya kamu benar-benar orang sesat yang nyata (kesesatannya)”
(QS. Al-Qashash : 18)
Nabi Musa ‘alaihissalam takut karena telah membuat kasus besar yaitu telah membunuh seorang dari pribumi. Dan berita tersebut pasti akan sampai kepada Fir’aun.
■ Takut yang dialami nabi Musa ‘alaihissalam menurut para ulama adalah takut thabi’i (takut yang bersifat naluri).
Seseorang ketika takut terhadap sesuatu yang menakutkan adalah hal yang wajar dan bukan bagian dari kesyirikan.
■ Takut tabi’I misalnya adalah takut kepada hewan buas, orang yang membawa senjata, dan lain-lain, ini merupakan ketakutan yang wajar (boleh).
Di ayat ini dikisahkan bahwa orang Bani Israil yang kemarin berkelahi dengan orang pribumi yang dibunuh oleh nabi Musa ‘alaihissalam berkelahi lagi keesokan harinya.
Mulanya nabi Musa ‘alaihissalam tidak ingin menolongnya dari perkelahiannya, akan tetapi nabi Musa ‘alaihissalam terbawa fanatik suku sehingga terpanggil lagi dia untuk menolong orang Bani Israil melawan orang pribumi.
Tatkala nabi Musa hendak memukul, orang pribumi tersebut berkata,
يَا مُوسَى أَتُرِيدُ أَنْ تَقْتُلَنِي كَمَا قَتَلْتَ نَفْسًا بِالْأَمْسِ إِنْ تُرِيدُ إِلَّا أَنْ تَكُونَ جَبَّارًا فِي الْأَرْضِ وَمَا تُرِيدُ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْمُصْلِحِينَ (19)
“Hai Musa, apakah kamu bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seorang manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian”
(QS. Al-Qashash : 19)
Ketika nabi Musa’ ‘alaihissalam sedang dinasehati oleh musuhnya dan juga dalam keadaan emosi, kemudian datang serang laki-laki dengan bergegas ke arahnya. Allah ﷻ berfirman,
وَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ يَسْعَى قَالَ يَا مُوسَى إِنَّ الْمَلَأَ يَأْتَمِرُونَ بِكَ لِيَقْتُلُوكَ فَاخْرُجْ إِنِّي لَكَ مِنَ النَّاصِحِينَ (20)
“Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: *“Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu”
(QS. AL-Qashash : 20)
Seketika nabi Musa ‘alaihissalam kaget mendengar berita tersebut, kemudian berlari keluar dari kota.
Allah ﷻ berfirman,
فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا يَتَرَقَّبُ قَالَ رَبِّ نَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (21)
“Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa: “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu”
(QS. Al-Qashash : 21)
Nabi Musa ‘alaihissalam keluar dari kota Mesir tanpa persiapan safar dan bekal makanan, karena takut dengan orang-orang mesir yang akan membunuhnya.
Bahkan sebagian ahli tafsir menyebutkan bahwa nabi Musa ‘alaihissalam pergi tanpa memakai alas kaki.
Dan nabi Musa ‘alaihissalam berdoa meminta perlindungan dan petunjuk kepada Allah ﷻ.
وَلَمَّا تَوَجَّهَ تِلْقَاءَ مَدْيَنَ قَالَ عَسَى رَبِّي أَنْ يَهْدِيَنِي سَوَاءَ السَّبِيلِ (22)
“Dan tatkala ia menghadap kejurusan negeri Mad-yan ia berdoa (lagi): *“Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar”
(QS. Al-Qashash : 22)
Kemudian Allah ﷻ berfirman,
وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأَتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ (23)
“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”
(QS. Al-Qashash : 23)
``` Bersambung```
https://firanda.com
🖊 Ustadz Firanda Andirja, Lc, MA
Oleh: Mutiara Risalah Islam
Post a Comment
Post a Comment