Oleh: Abu Muhammad Waskito
~ Arasy adalah makhluk yang dipilih-Nya untuk disebut dalam sekian ayat dengan REDAKSI MIRIP.
~ Ya tentu, dalam ISTIWA' ini kita tak perlu detailkan BAGAIMANANYA, karena aqal dan ilmu kita tak akan sampai.
~ Yang jelas Allah tidak membutuhkan tempat karena Dia Maha Kaya dari membutuhkan sesuatu kepada makhluk. Andai Allah Ta'ala tidak menciptakan Arasy, TIDAK ADA MASALAH BAGI-NYA.
~ Bagaimana kalau ada yang bertanya, "Berarti Allah itu membutuhkan tempat sehingga harus Istiwa' di atas Arasy?"
Jawaban:
a. Karena kita tak tahu CARA ISTIWA'-Nya Allah, ya otomatis kita TAK BOLEH MEMASTIKAN Dia membutuhkan tempat. Istiwa'nya kita tak tahu, mana mungkin keadaan saat Istiwa' itu bisa diteorikan? Kalau bisa diteorikan, berarti kita "seolah tahu" cara-Nya dalam ber-istiwa'.
b. Ada kaidah, sesuatu yang punya LETAK/ARAH pasti membutuhkan tempat (menempati ruang). Iya kaidah itu benar jika yang dijadikan parameter adalah SIFAT MAKHLUK. Kalau yang jadi parameter Sifat Allah, ya kembali kepada kaidah "fa'alun li maa yurid" (Dia lakukan apa yang Dia inginkan). Artinya, Sifat-Nya tidak dibatasi oleh batas-batas sifat makhluk.
c. Allah dikatakan Istiwa' di atas Arasy, sejatinya ini merupakan KASIH SAYANG Allah bagi manusia dan alam semesta. Cukup bagi kita mengimani-Nya, memuliakan-Nya, serta mensucikan-Nya. Di sisi lain ia TIDAK SELAYAKNYA menjadi sumber pertikaian di antara sesama Ummat.
~ Tapi menurut sebagian pandangan, sifat Istiwa' ini memiliki makna majaz (metafora). Bukan makna sebenarnya, sehingga diperlukan sekian perangkat pemahaman untuk memahaminya.
~ Sejatinya berat menerima pendapat ini, karena memang tidak sulit memahami Allah di atas Arasy. Fitrah kita sebagai insan bisa menerima konsep itu, Allah di atas langit tertinggi seperti dijelaskan dalam KISAH ISRO' MI'RAJ.
~ Bagaimana kalau pandangan kita ini salah, tidak sesuai yang Allah inginkan? Ya semua ini USAHA INSAN yang diberi kewajiban BERIMAN KEPADA KITAB AL-QUR'AN. Jadi namanya orang BERUSAHA TAAT AYAT-NYA, kalau salah semoga Dia memaafkan. Amiin ya Rabbal 'alamiin.
~ Kita pun bisa balik bertanya kepada si penanya, "Tafsiran kami bisa salah, kalau tafsiran Anda apa dijamin benar?" Kalau dia mengatakan TIDAK DIJAMIN, berarti posisi kita sama, yaitu sama-sama USAHA. Tak lebih. Kalau dia memastikan bahwa pendapatnya PASTI BENAR, nah ini namanya "mendahului wewenang Ilahi". Itu tidak boleh dan harus rendah hati.
~ Bagaimana dengan sekian ulama yang menjadi rujukan pandangan BERBEDA tersebut, apakah mereka salah semua? Ya hakikatnya kita TIDAK MENYALAHKAN ini dan itu, karena semua ini levelnya USAHA INSAN mencari yang terbaik. Tidak ada yang tahu HAKIKAT MANA YANG BENAR, selain Allah Subhanah wa Ta'ala sendiri.
*** Bila ada yang memahami ALLAH DI ATAS LANGIT, mohon jangan disalahkan, karena dia berusaha MENGIMANI AYAT AL-QURAN sebagaimana adanya. Begitu juga bila ada yang memahami ALLAH TIDAK DI LANGIT, juga jangan disalahkan, karena mereka PUNYA KONSEP sehingga sampai di keyakinan itu. Kedua pihak SAMA-SAMA USAHA, sedangkan penentu hakikat kebenaran HANYA Allah Ta'ala semata.
Post a Comment
Post a Comment